Kamis, 10 Desember 2015

KEUTAMAAN SURAT AL IKHLAS

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du; 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 

" قل هو الله أحد " تعدل ثلث القرآن  "

 

" Surat Al Ikhlas  menyamai sepertiga dari Al-Qur'an ". ( HR Muslim ) 

Para ulama membahas kandungan lafadz hadist ini dengan berbagai pemahaman, diantaranya :

Bahwasanya makna menyamai sepertiga Al-Qur'an, karena didalam surat ini terdapat kandungan makna tauhid dan pokok keimanan, sedangkan didalam Al-Qur'an disana terdapat tiga kandungan yaitu : 

• Hukum-hukum syariat secara lahiriah dan batiniah yang berupa ibadah dan muamalah. 

• Kisah-kisah dan berita dari keadaan dan ciptaan masa lalu serta keadaan manusia pada hari pembalasan ketika di akhirat kelak. 

• Tauhid dan pengetahuan tentang keimanan yang berkaitan dengan Nama-Nama Allah Ta'ala beserta Sifat-Sifat Nya dan pembahasan tentang ke Esa-an Rububiyah dan Uluhiyah serta pensucian dari segala sifat lemah dan kekurangan. 

Adapun surat Al-Ikhlas ini mencakup bagian yang ketiga, yang menjadi tonggak yang wajib di imani. 

Oleh karena nya, Allah Ta'ala berfirman memerintahkan kepada setiap kita agar mengucapkan dengan lisan-lisan kita dan meyakini dengan hati-hati kita serta beribadah dengan amalan anggota badan kita, menunaikan firman Nya,

 

قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ 

" Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa."

Allah adalah Dzat Yang Esa untuk di ibadahi, yang memiliki sifat Uluhiyah yang sempurna, yang hanya berhak untuk disembah, diagungkan, disucikan, Dia adalah Dzat Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia.

Maha Esa adalah Sempurna dalam segala Sifat-Sifat Nya, Maha Agung, Maha Pencipta, Maha Pemilik, Maha Pengatur, dan Maha Suci dari segala tandingan dan sekutu. 

Ungkapan ini merupakan persaksian terhadap berlepas diri dari syirik ilmiah makrifi, sebagaimana surat Al Ka'firun merupakan persaksian terhadap berlepas diri dari syirik amaliah irodiyah. 

ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ 

" Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu."

Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia adalah Allah Ta'ala, Dzat Yang Maha Kuasa, Maha Mampu, Maha Agung, Maha Mengatur, Maha Sempurna, sehingga seluruh ciptaan tunduk dan bergantung kepada Allah Ta'ala. 

Allah Ta'ala berfirman, 

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ ﴿٢٦﴾  وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو ٱلْجَلَٰلِ وَٱلْإِكْرَامِ ﴿٢٧﴾  فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ ﴿٢٨﴾ يَسْـَٔلُهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِى شَأْنٍ ﴿٢٩﴾

" Semua yang ada di bumi itu akan binasa." "Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" "Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan."
(QS. Ar-Rahman :26-29)

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولد 

" Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan".

Sesungguhnya semua makhluk terlahirkan dari satu dengan lainnya, mereka adalah ciptaan Allah Ta'ala, sedangkan Dzat Al-Malik Al-Ahad Maha Suci dari sifat beranak atau diperanakkan. 

وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ 

" Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia"."

Dikarenakan Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Agung, Maha Sempurna, sehingga tidak ada yang setara, menyerupai, menandingi, Maha Suci Allah dari segala kekurangan. 

Sungguh betapa agung kandungan surat ini, yang terdapat penjelasan tentang Sifat-Sifat Allah Ta'ala, dan segala yang tercantum di dalam Al-Qur'an Al-Karim dari Nama-Nama dan Sifat-Sifat Nya, merupakan rincian dari apa yang termaktub dalam surat ini. 

Diantara keutamaan surat ini adalah :

● Hadits A’isyah Radhiyallahu 'anha, beliau berkata;

أَنَّ النَّبِيَّ بَعَثَ رَجُلاً عَلَى سَرِيَّةٍ، وَكَانَ يَقْرَأُ لأَصْحَابِهِ فِي صَلاَتِهِ، فَيَخْتِمُ بِـ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، فَلَمَّا رَجَعُوا، ذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ ، فَقَالَ: ((سَلُوْهُ، لأَيِّ شَيْءٍ يَصْنَعُ ذَلِكَ؟))، فَسَأَلُوْهُ، فَقَالَ: لأَنَّهَا صِفَةُ الرَّحْمَنِ، وَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَقْرَأَ بِهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ : ((أَخْبِرُوْهُ أَنَّ اللهَ يُحِبُّهُ)).

"Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus seseorang kepada sekelompok pasukan, dan ketika orang itu mengimami yang lainnya di dalam shalatnya, ia membaca, dan mengakhiri (bacaannya) dengan قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ, maka tatkala mereka kembali pulang, mereka menceritakan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau pun bersabda: “Tanyalah ia, mengapa ia berbuat demikian?” Lalu mereka bertanya kepadanya. Ia pun menjawab: “Karena surat ini (mengandung) sifat ar Rahman, dan aku mencintai untuk membaca surat ini,” lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Beritahu dia, sesungguhnya Allah pun mencintainya”. ( HR Al-Bukhary dan Muslim ) 

● Hadits Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata ;

كَانَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ، وَكَانَ كُلَّمَا اِفْتَتَحَ سُوْرَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ بِهِ، اِفْتَتَحَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. ثُمَّ يَقْرَأُ سُوْرَةً أُخْرَى مَعَهَا، وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ. فَكَلَّمَهُ أَصْحَابُهُ، فَقَالُوا: إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّوْرَةِ، ثُمَّ لاَ تَرَى أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى، فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا، وَإِمَّا أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى. فَقَالَ: مَا أَنَا بِتَارِكِهَا، إِنْ أَحْبَبْتُمْ أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ. وَكَانُوا يَرَوْنَ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ، وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ. فَلَمَّا أَتَاهُمْ النَّبِيُّ n أَخْبَرُوْهُ الخَبَرَ، فَقَالَ: ((يَا فُلاَنُ، مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ؟ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُوْمِ هَذِهِ السُّوْرَةِ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ؟)) فَقَالَ: إِنِّي أُحِبُّهَا، فَقَالَ: ((حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَـنَّةَ)).

"Seseorang (sahabat) dari al Anshar mengimami (shalat) mereka (para shahabat lainnya) di Masjid Quba. Setiap ia membuka bacaan (di dalam shalatnya), ia membaca sebuah surat dari surat-surat (lainnya) yang ia (selalu) membacanya. Ia membuka bacaan surat di dalam shalatnya dengan قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ, sampai ia selesai membacanya, kemudian ia lanjutkan dengan membaca surat lainnya bersamanya. Ia pun melakukan hal demikan itu di setiap raka’at (shalat)nya. (Akhirnya) para sahabat lainnya berbicara kepadanya, mereka berkata: “Sesungguhnya engkau membuka bacaanmu dengan surat ini, kemudian engkau tidak menganggap hal itu telah cukup bagimu sampai (engkau pun) membaca surat lainnya. Maka, (jika engkau ingin membacanya) bacalah surat itu (saja), atau engkau tidak membacanya dan engkau (hanya boleh) membaca surat lainnya”. Ia berkata: “Aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian suka untuk aku imami kalian dengannya, maka aku lakukan. Namun, jika kalian tidak suka, aku tinggalkan kalian,” dan mereka telah menganggapnya orang yang paling utama di antara mereka, sehingga mereka pun tidak suka jika yang mengimami (shalat) mereka adalah orang selainnya. Sehingga tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi mereka, maka mereka pun menceritakan kabar (tentang itu), lalu ia (Nabi) bersabda: “Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan sesuatu yang telah diperintahkan para sahabatmu? Dan apa pula yang membuatmu selalu membaca surat ini di setiap raka’at (shalat)?” Dia menjawab,"Sesungguhnya aku mencintai surat ini,” lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Cintamu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga”.(HR. Ahmad dan Al-Bukhary dan At-Tirmidzi)

● Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata;

أَقْبَلْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ، فَسَمِعَ رَجُلاً يَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اللهُ الصَّمَدُ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : ((وَجَبَتْ))، قُلْتُ: وَمَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: ((الجَـنَّةُ)).

"Aku datang bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau mendengar seseorang membaca:

قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اللهُ الصَّمَدُ

Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Telah wajib,” aku bertanya: “Apa yang wajib?” Beliau bersabda, "(Telah wajib baginya) surga.” ( HR At-Tirmidzi dan An-Nasa'i ) 

● Hadits Mihjan bin al Adru’ Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata;

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ دَخَلَ المَسْجِدَ، إِذَا رَجُلٌ قَدْ قَضَى صَلاَتَهُ وَهُوَ يَتَشَهَّدُ، فَقَالَ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ يَا اَللهُ بِأَنَّكَ الوَاحِدُ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ، أَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوْبِي، إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ : ((قَدْ غُفِرَ لَهُ))، ثَلاَثاً.

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid, tiba-tiba (ada) seseorang yang telah selesai dari shalatnya, dan ia sedang bertasyahhud, lalu ia berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta (kepadaMu) bahwa sesungguhnya Engkau (adalah) Yang Maha Esa, Yang bergantung (kepadaMu) segala sesuatu, Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara denganNya, ampunilah dosa-dosaku, (karena) sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh ia telah diampuni (dosa-dosanya),” beliau mengatakannya sebanyak tiga kali. ( HR Abu Dawud ) 

● Hadits Buraidah bin al Hushaib al Aslami Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata;

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ سَمِعَ رَجُلاً يَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ أَنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ، فَقَالَ: ((لَقَدْ سَأَلْتَ اللهَ بِالاِسْمِ الَّذِي إِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى، وَإِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ)).

"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar seseorang berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepadaMu, bahwa diriku bersaksi sesungguhnya Engkau (adalah) Allah yang tidak ada ilah yang haq disembah kecuali Engkau Yang Maha Esa, Yang bergantung (kepadaMu) segala sesuatu, Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara denganNya,” kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dirimu telah meminta kepada Allah dengan namaNya, yang jika Ia dimintai dengannya (pasti akan) memberi, dan jika Ia diseru dengannya, (pasti akan) mengabulkannya”. ( HR Abu Dawud ) 

Adapun dua hadist yang sering disebut dan beredar di kalangan masyarakat ini adalah hadits lemah dan palsu serta tidak dapat dijadikan sebagai sandaran dan hujjah :

عن عبد الله بن أحمد بن عامر : حدثنا أبي : حدثنا علي بن موسى عن أبي موسى بن جعفر بن محمد عن أبيه عن أبيه محمد بن علي عن أبيه عن أبيه الحسين عن أبيه علي مرفوعا: من مر بالمقابر فقرأ ( قل هوالله أحد ) إحدى عشرة مرة , ثم وهب أجره للأموات , أعطي من الأجر بعدد الأموات ”

Diriwayatkan Dari Abdullah bin Ahmad bin Amir, ia berkata, telah menceritakan kepada kami ayahku, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ali bin Musa, Dari Abu Musa bin Ja’far bin Muhammad, Dari ayahnya, dari ayahnya (yang bernama) Muhammad bin Ali, Dari ayahnya, Dari ayahnya (yang bernama) Al-Husain, Dari ayahnya (yang bernama) Ali radhiyallahu anhu secara marfu’, “Barangsiapa melewati pekuburan lalu ia membaca (Qul Huwallahu Ahad) sebelas kali, kemudian ia hadiahkan pahala (bacaan) nya itu kepada orang-orang mati, maka ia akan diberi pahala (oleh Allah) sejumlah orang-orang yang telah mati.”

(HR. Abu Muhammad Al-Khollaal dan Ad-Dailami, lihat: Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dho’iifah wa Al-Maudhuu’ah III/452)

روى أبو نعيم من حديث أبي العلاء يزيد بن عبد الله بن الشخير عن أبيه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: “من قرأ { قل هو الله أحد } في مرضه الذي يموت فيه لم يفتن في قبره، وأمن من ضغطة القبر، وحملته الملائكة يوم القيامة بأكفها حتى تجيزه من الصراط إلى الجنة”

Abu Nu’aim meriwayatkan dari hadits dari Abul ‘Alaa’ Yazid bin Abdullah Asy-Syikhkhir, dari ayahnya, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa membaca surat “Qul Huwallaahu Ahad” pada sakit yang membawa kepada kematiannya, niscaya ia tidak akan menghadapi fitnah dalam kuburnya, ia jg aman dari himpitan siksa kubur dan para Malaikat akan membawanya dengan sayap-sayapnya melalui titian shirotol mustaqim sampai ke dalam Surga.” (HR. Abu Nu’aim dan Ath-Thobroni, lihat: Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dho’ifah wa Al-Maudhuu’ah  I/473).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar